Lampung – Ika Zahra Balqis, influencer asal Lampung yang kerap tampil sebagai MC dan kreator konten, melaporkan beberapa akun media sosial ke Polda Metro Jaya. Laporan ini merupakan buntut dari komentar-komentar negatif yang diterimanya di platform Instagram, yang menurut Ika, telah merugikan reputasi dan kariernya.
Laporan resmi dengan nomor LP/B/5536/IX/2024/SPKT POLDA METRO JAYA itu diajukan pada 13 September 2024. Ika, yang lahir di Liwa pada 23 Juni 1999, melaporkan sejumlah akun yang diduga melanggar Pasal 27 A Juncto Pasal 45 ayat (4) UU ITE, serta beberapa pasal lain terkait pencemaran nama baik dalam KUHP.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
"Kami melaporkan dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh beberapa akun Instagram terhadap klien kami, Ika Zahra Balqis, " ujar Ahmad Fatoni, S.H., M.H., kuasa hukum Ika, Jumat (13/9/2024).
Perkara ini berawal dari unggahan video parodi yang dibuat Ika di fitur Reels Instagram. Video yang dibuat dengan tujuan hiburan tersebut mendadak viral dan menuai banyak komentar, termasuk dari beberapa akun yang menurut Ika menyerangnya secara pribadi dengan nada kasar.
“Awalnya saya mengunggah video lelucon, tanpa bermaksud menyudutkan siapa pun. Namun, ada lima sampai enam akun yang mulai berkomentar negatif, menghakimi, bahkan merendahkan saya. Saya merasa ini *diduga pencemaran nama baik* yang sudah melewati batas, ” ujar Ika.
Kondisi semakin memanas saat Ika mencoba menanggapi komentar-komentar tersebut. Para pemilik akun yang merasa dikritik balik oleh Ika malah memposisikan diri sebagai korban dan menggiring opini publik seolah-olah mereka yang dirugikan. Tak berhenti di situ, Ika juga menerima ancaman dari salah satu akun yang mengklaim sebagai pengacara, berinisial *VA*.
"Akun tersebut tidak hanya mengancam akan melaporkan saya secara hukum, tetapi juga mengirim pesan pribadi ke beberapa perusahaan yang bekerja sama dengan saya, meminta mereka memutus kontrak kerja saya. Hal ini berdampak besar pada kehidupan profesional saya, " jelas Ika.
Ancaman yang ditujukan kepada Ika tersebut mulai mempengaruhi hubungan kerjanya dengan beberapa perusahaan. Ia menyebut sejumlah kontrak kerja dibatalkan karena ancaman yang disebarkan akun VA. Bahkan, akun tersebut juga mengancam akan melanjutkan tekanan kepada instansi tempat Ika bekerja dan organisasi yang ia ikuti.
“Saya menduga motif mereka adalah untuk merusak nama baik dan karier saya. Mungkin ada faktor internal yang belum saya ketahui yang memicu tindakan ini. Namun, saya percaya, hukum akan tetap mengedepankan *praduga tak bersalah* dalam penanganan kasus ini, ” tambah Ika.
Dengan langkah hukum yang ditempuh, Ika berharap agar kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi para pengguna media sosial untuk lebih bijak dalam berkomentar. Ia juga meminta pihak yang terlibat mendapatkan hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Pengguna media sosial harus bertanggung jawab atas kata-kata mereka. Jangan sampai komentar yang tidak bijak merusak harga diri, karier, atau citra orang lain, ” tegasnya.
Kasus yang menimpa Ika ini mencerminkan risiko serius dari penggunaan media sosial tanpa kontrol. Penghinaan dan pencemaran nama baik di dunia digital bukan sekadar masalah etika, tetapi juga dapat membawa konsekuensi hukum yang nyata.(Saf)